Ciri bahasa jurnalis adalah hemat, ringkas, jelas, langsung ke persoalan pokok. Persyaratan tersebut menjadi penting, terutama dalam penulisan berita untuk surat kabar yang terbit setiap hari. Umumnya surat kabar dibaca sekali saja dan sesudah itu selesai. Tak banyak orang membaca surat kabar berkali-kali setiap hari, kecuali memang tidak ada kegiatan lain. Apalagi sekarang ini, informasi dari berbagai sumber dengan mudah dapat diperoleh. Ada berita TV, radio, majalah, atau internet. Lagi pula, surat kabar dibaca mungkin sambil menunggu pesawat, kareta api, sambil makan atau di dalam kendaraan.
Maka penggunaan bahasa yang bertele-tele, berbunga-bunga dihindari dalam penulisan berita. Sekali baca, berita sudah harus dipahami pembaca. Tidak perlu pembaca mengkerutkan dahi untuk memahami kata, kalimat, atau alinea. Kalau pembaca sampai berhenti membaca karena kurang paham makna kata, kalimat, atau alinea, sebenarnya penulisan berita boleh dikatakan gagal. Terlebih jika karena kendala itu pembaca beralih ke berita lain, atau bahkan ke surat kabar lain.
Penguasaan cara penggunaan bahasa berdasarkan kaidah standar berbahasa mutlak dimiliki jurnalis. Penting disadari, menguasai cara penggunaan bahasa berdasarkan standar bukan selalu untuk menjadi ahli bahasa. Melainkan agar jurnalis dengan mudah mampu menggunakan bahasa sesuai kaidah jurnalis tanpa menyalahi kaidah standar penggunaan bahasa.
Pertama-tama yang perlu dikuasai mencakup penggunaan ejaan dan tanda baca. Ejaan dan tanda baca, apabila salah digunakan dalam penulisan berita, sangat mengganggu pembaca. Kecepatan membaca berkurang karenanya. Persoalan ejaan mencakup bagaimana menggunakan huruf besar, imbuhan (seperti awalan, sisipan dan akhiran), singkatan ; termasuk penulisan kata asing baik dalam bentuk asli maupun dalam bentuk serapan. Persoalan tanda baca mencakup penggunaan koma, titik koma, tanda seru, tanda penghubung, tanda penghubung, tanda kutip dan sebagainya. Bagaimana menggunakan ejaan dan tanda baca, seyogyanya sudah dipelajari, atau bisa diperdalam dengan mempelajari kamus bahasa serta pedoman penggunaan bahasa yang diterbitkan lembaga pusat bahasa nasional.
Kemudian, yang tak kalah penting, adalah persoalan menggunakan kata dan kalimat. Banyak kata yang dapat digunakan untuk menggambarkan sesuatu melalui tulisan. Begitu pula kalimat, banyak jenis kalimat yang bisa dipakai untuk memaparkan sejumlah pokok pikiran pada tulisan. Justru karena itu, penguasaan atas penggunaan kata, penguasaan atas cara menyusun kalimat menjadi penting.
1. Kata
Kata merupakan bagian terkecil dari kalimat. Sejumlah kata dirangkaikan secara logis untuk membentuk kalimat. Kata bisa memiliki makna tunggal, bisa mempunyai banyak arti. Kata yang digunakan ketika menyusun kalimat, dipilih berdasarkan kesesuaian antara makna yang memiliki kata itu dan pokok pikiran yang hendak diungkapkan melalui kalimat yang disusun.
Pada penulisan berita, kata digunakan untuk menggambarkan suatu fakta. Karena kata bisa memiliki banyak arti, sedang fakta harus akurat dan merupakan representasi unsur-unsur dari realitas yang diberitakan, maka kata yang dipilih untuk menggambarkan fakta itu haruslah tidak mempunyai makna ganda. Jadi perlu dipertimbangkan agar jangan sampai terjadi multi interpretasi dalam benak pembaca ketika membaca kata-kata tertentu.
Selain itu, kata juga memiliki keterbatasan dalam menggambarkan suatu fakta. Tidak semua kata mampu menggambarkan suatu fakta secara persis. Sebagai contoh fakta yang bersifat abstrak seringkali menimbulkan kendala ketika hendak digambarkan dengan kata tertentu, sebab kata yang dapat digunakan hanya mempunyai makna yang mendekati. Dengan kata lain, memilih kata yang digunakan untuk menyusun kalimat pada penulisan berita perlu didukung kecermatan.
Kecermatan menggunakan kata terbentuk, selain karena jurnalis memahami makna kata itu sendiri, juga melalui pemahaman atas kategori kata. Berikut ini dipaparkan beberapa kategori kata yang dapat dijadikan acuan untuk mempertimbangkan penggunaan kata pada penulisan berita.
Kata denotasi dan konotasi
Kata denotasi mengacu pada arti harfiah, yang memperlihatkan hubungan antara arti kata (ungkapan) dengan barang, orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan dan sebagainya di luar sistem bahasa. Contohnya, denotasi kata kuda ialah kelas hewan mamalia pemakan rumput yang dipelihara manusia untuk menarik gerobak, pengangkut barang, mengangkut barang atau untuk dikendarai.
Berbeda dengan denotasi, kata konotasi merujuk pada pertautan antara arti kata terhadap sesuatu sehingga menimbulkan nilai rasa. Contohnya mengencangkan ikat pinggang, punggung bukit.
Kata konkret dan kata abstrak.
Kata konkret mengacu ke sesuatu yang lebih spesifik. Kata konkret dapat efektif bila digunakan dalam penulisan pengisahan (naratif) atau pemerian (deskriptif) karena merancang panca indera. Tidak semua tulisan perlu menggunakan kata konkret.
Kata abstrak merujuk ke sifat (panas, dingin, baik), nisbah (jumlah, urutan dsb) atau gagasan (keadilan dsb). Kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan rumit, menjelaskan perbedaan halus di antara gagasan yang bersifat teknis dan khusus.
Kata Umum dan Kata Khusus
Kata umum dipakai untuk mengungkapkan hal yang bersifat umum. Contoh pakaian (bisa baju, bisa celana). Kata khusus digunakan untuk memperinci sesuatu. Contoh: celana jeans biru menggambarkan hal yang lebih khusus ketimbang pakaian.
Kata umum tidak dengan sendirinya abstrak. Kata khusus dengan tidak sendirinya konkret.
Majas.
Majas adalah ungkapan yang membuat tulisan menjadi lebih konkret dan lebih hidup. Dalam penulisan berita, majas dapat digunakan untuk menggambarkan suatu realitas agar asosiasi pembaca terhadap realitas itu mendekati gambaran sebenarnya. Tidak ada keharusan menggunakan majas yang telah baku. Majas dapat dibentuk sendiri setelah menguasai pola pembentukan majas. Justru dengan pembentukan majas baru tulisan anda menjadi lebih menarik.
Contoh:
seperti gajah masuk kampung (majas perbandingan)
mata jarus (kiasan)
cinta buta (personifikasi)
terkejut setengah hati (hiperbola)
hasil yang tidak mengecewakan (hasil baik)
Kau sudah pulang. Maklum, baru pukul tiga malam (ironi)
Susi dapat perunggu (medali perunggu)
Jakarta lawan Medan (pertautan, maksudnya kesebelasan Jakarta dan kesebelasan Medan)
penyesuaian harga (eufimisme)
Idiom
Tulisan bisa menarik apabila bersifat idiomatik, jadi menggunakan idiom tertentu untuk mengungkap fakta tertentu. Idiom harus dipelajari dan dihafalkan. Tidak ada alasan logis mengapa idiom berbentuk tertentu. Contohnya rendah hati, berbesar hati dan sebagainya.
Ekonomi Kata
Kata yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu bisa dipilih, satu kata atau beberapa kata (ungkapan). Tidak selalu satu kata mampu menggambarkan suatu fakta. Untuk menggambarkan suatu fakta tertentu, terkadang diperlukan dua kata atau lebih sehingga pembaca paham bahwa fakta itulah yang dimaksud.
Penggunaan dua kata atau lebih untuk menggambarkan fakta pada penulisan berita tidak menimbulkan persoalan asal hal itu memang sesuatu yang tidak bisa dihindari. Akan tetapi selain karena prinsip hemat berbahasa yang diterapkan pada penulisan berita, juga karena ungkapan yang ringkas menyebabkan tulisan sarat informasi. Jadi, kalau ada ungkapan yang lebih ringkas tapi sarat informasi dan bisa mewakili fakta yang dipaparkan tidak perlu menggunakan ungkapan yang lebih panjang.
Contoh berikut ini memperlihatkan dua cara pengungkapan yang bermakna sama tetapi salah satu (sebelah kanan) menunjukkan bagaimana prinsip ekonomi kata digunakan sehingga membuat tulisan lebih ringkas.
melakukan penelitian atau meneliti
disebabkan oleh atau karena
mengajukan saran atau menyarankan
dst
Ekonomi kata juga dapat dicapai dengan menghindari penggunaan kata yang berfungsi sebagai pewatas atau kata keterangan secara berlebihan. Ketidaktepatan menggunakan kata pewatas, berpeluang mengurangi kekuatan atau kecermatan diksi, sekaligus tidak mengindahkan kaidah ekonomi kata. Kata pewatas yang sering disalahgunakan antara lain: cukup, relatif, pasti, sering, sangat, banyak, dan sama sekali. Contoh: cukup memuaskan (pertanyaan yang muncul: seberapa cukup?), banyak pejabat tidak bertanggung jawab (seberapa banyak?).
Kemudian, penggunaan ungkapan klise juga menyalahi kaidah ekonomi atau dan mengurangi kekuatan diksi. Contoh: arti tersendiri (apa makna ungkapan itu?), pembangunan manusia seutuhnya (apa makna pembanguan manusia seutuhnya?).
Selain itu perlu diperhatikan kecermatan pilihan kata dan ketepatan pilihan kata. Pilihan kata (diksi) yang tidak cermat berkaitan dengan pikiran yang kabur. Contoh: menduduki juara pertama (apakah maksudnya duduk di atas atau menduduki dalam pengertian secara paksa?). Sedang pilihan kata yang tidak tepat berkaitan dengan ketidaktahuan. Contoh: merubah (maksudnya mengubah).
2. Kalimat
Menyusun kalimat bukan hanya sekadar merangkaikan kata-kata. Kata- kata harus disusun sedemikian rupa agar terbentuk kesatuan terkecil hingga kesatuan yang lebih besar.
Dalam bahasa, ada alat yang dapat digunakan untuk menyusun kalimat, antara lain susunan kata yang menempatkan kata berdasarkan urutan logis dan kata tugas.
Kalimat dapat disusun dalam sejumlah jenis. Untuk itu pemahaman tentang unsur kalimat yang membentuk kalimat dan bagaimana unsur-unsur tersebut saling dipertukarkan posisinya untuk memperlihatkan hubungan yang berbeda.
Gatra kalimat
Kemahiran menyusun kalimat dalam pelbagai variasi dapat dikuasai setelah mengenali gatra kalimat. Gatra kalimat adalah bagian kalimat yang menduduki jabatan tertentu dalam kalimat.
Tiap kalimat terdiri atas dua bagian inti yaitu gatra subjek dan gatra predikat. Gatra subjek umumnya terdiri dari kata benda dan adalah bagian yang diterangkan. Sedangkan gatra predikat dapat terdiri dari kata sifat, kata kerja, atau kata benda, dan adalah sebagai yang menerangkan.
Contoh:
Subjek Predikat
Saya wartawan
Saya wartawan harian
Saya warawan harian EKSPRESI
Orang itu wartawan
Orang aneh itu wartawan harian
Orang berkacamata itu wartawan harian EKSPRESI
Susunan kalimat dengan pola S-P (garta subjek didahulukan) seperti di atas dapat dibalik menjadi susunan P-S, yang disebut inversi. Dengan mengubah susunan kalimat, apa yang menyatakan subjek tidak lagi dipentingkan, tetapi lebih menonjolkan apa yang dinyatakan predikat. Pada susunan S-P, kalimat mengandung informasi. Sedang pada susunan P-S nilai emosional lebih menonjol dan nilai informasi terdesak ke belakang.
wartawan Orang itu.
wartawan harian Orang aneh itu.
wartawan harian EKSPRESI Orang aneh berkacamata itu.
Mengubah susunan kalimat dengan mempertukarkan posisi gatra kalimat, disebut permutasi. Permutasi gatra kalimat dapat dilakukan secara luwes. Asal diingat, gatra kalimat bisa terdiri atas satu kata atau sekelompok kata. Tidak setiap kelompok kata merupakan gatra. Karena itu yang bisa dipermutasi adalah gatra kalimat, bukan semata-mata kata atau kelompok kata.
Perhatikan contoh berikut:
Saya dulu menjadi wartawan harian EKSPRESI di Yogyakarta sebelum Indonesia merdeka.
Saya : gatra subjek.
dulu : keterangan terhadap gatra predikat, yaitu keterangan waktu (dulu menjelaskan kapan jadi wartawan) dan disebut gatra keterangan waktu.
wartawan harian EKSPRESI : gatra predikat, yaitu keterangan tempat (di mana menjadi wartawan) dan disebut gatra keterangan tempat.
sebelum Indonesia merdeka : keterangan terhadap gatra predikat, yaitu keterangan waktu (menjelaskan kapan persisnya menjadi wartawan) dan disebut gatra keterangan waktu.
Maka, kalau gatra kalimat tersebut dipermutasi, diperoleh kemungkinan berikut:
Dulu/ wartawan harian EKSPRESI/ saya/ sebelum Indonesia merdeka/ di Yogyakarta.
Di Yogyakarta/ saya/ sebelum Indonesia merdeka/ dulu/ wartawan harian EKSPRESI.
Sebelum Indonesia merdeka/ wartawan harian EKSPRESI/ dulu/ di Yogyakarta/ saya.
Dulu/ di Yogyakarta/ saya/ wartawan harian EKSPRESI/ sebelum Indonesia merdeka.
Perhatikan bahwa setelah mengalami permutasi gatra, muncul penonjolan tertentu ketika kita membaca kalimat yang telah mengalami permutasi itu.
Penguasaan atas permutasi gatra diperlukan untuk menyusun kalimat judul yang menarik.
Kata Tugas
Kata tugas memainkan peran penting dalam pembentukan kalimat. Fungsi kata tugas adalah memperluas kalimat, menghubungkan kata-kata atau bagian kalimat dan sekaligus menentukan hubungannya.
Ada kata tugas yang menyatakan hubungan antara bagian kalimat secara eksplisit agar makna kalimat menjadi jelas. Kata depan, kata penghubung, partikel, termasuk kata tugas yang digunakan untuk tujuan ini.
Kata tugas juga menjadi penanda kata lain. Contoh: dari, pada, akan, oleh, dengan, tentang, dalam. Semua kata tersebut dapat dipakai sebagai petunjuk kata benda.
Kata tugas dapat pula dijadikan petunjuk bagi kata kerja dan kata sifat. Misal: tidak, sedang, akan, sambil, lebih, makin, sekali.
Seperti telah dikemukakan, kata tugas digunakan untuk memperjelas hubungan antar kata, atau antar kelompok kata. Tetapi adakalanya hubungan yang dimaksud tidak perlu dinyatakan secara eksplisit, sehingga kata tugas yang biasa dipakai untuk tujuan tersebut bisa dihilangkan, sejauh tidak mengaburkan makna.
Kalimat aktif dan pasif
Kalimat aktif dan kalimat pasif dipilih berdasarkan pertimbangan apakah subjek atau objek yang dipentingkan. Subjek dalam pengertian ini adalah pelaku suatu tindakan, sedang objek adalah yang terkena tindakan.
Berita surat kabar menarik antara lain karena memaparkan tindakan, perilaku atau pendapat seseorang di tengah kehidupan. Berita tentang siapa melakukan apa terhadap siapa, merupakan konsep konvensional berita yang di nilai mampu menggugah perhatian pembaca. Perhatian pembaca dengan demikian tidak terpusat hanya pada tindakan seseorang dalam peristiwa, tetapi juga pada siapa seseorang tersebut. Artinya, subjek menjadi penting. Karena itu, kalimat yang digunakan adalah kalimat aktif.
Akan tetapi berita juga sering menempatkan siapa pelaku tidak penting, karena dianggap telah diketahui. Kalimat yang digunakan adalah kalimat pasif. Sebagai contoh: Harga BBM dinaikkan 30 persen. Kalimat ini kalimat pasif. Siapa yang menaikkan tidak penting diungkapkan karena pembaca toh tahu yang berhak menaikkan harga BBM hanyalah pemerintah.
Kemahiran menggunakan kalimat aktif dan kalimat pasif secara bergantian diperlukan jurnalis agar dapat mengembangkan seni menulis berita. Namun perlu dicermati, penggunaan kalimat pasif yang memperbolehkan peniadaan kata tugas bisa menyebabkan terjadi pengaburan makna. Contoh: Dipecat Menteri. Kalimat ini bisa berarti seseorang dipecat oleh menteri, namun bisa juga berarti seorang menteri yang dipecat.
Kalimat tunggal dan kalimat majemuk
Sesuatu dapat digambarkan secara sederhana lewat kalimat tunggal yang ringkas. Jika dianggap tidak memadai untuk menampilkan gambaran yang lebih menyeluruh, kalimat tunggal dapat diperluas. Akan tetapi, jika masih belum cukup, digunakan kalimat majemuk.
Menggunakan kalimat majemuk lebih sukar dibanding menggunakan kalimat tunggal. Menggunakan kedua jenis kalimat itu secara bergantian, mempermudah penggambaran suatu peristiwa dan sekaligus membuat tulisan lebih menarik.
Perbedaaan kalimat tunggal dan kalimat majemuk terletak pada jumlah pasangan S-P (subjek-predikat). Pada kalimat tunggal, pasangan S-P hanya satu sedangkan pada kalimat majemuk, pasangan S-P lebih dari satu.
Dua kalimat atau lebih dapat digabungkan dengan bermacam-macam cara menjadi kalimat majemuk. Ada kalimat majemuk yang berasal dari penggabungan beberapa kalimat tunggal yang memiliki subjek sama tetapi objeknya berbeda. Ada juga yang berasal dari penggabungan beberapa kalimat tunggal dengan subjek berbeda tetapi objek sama. Selain itu, kalimat majemuk berasal dari penggabungan kalimat tunggal dengan predikat yang sama atau keterangan yang sama.
Kalimat majemuk disebut sederajat kalau kalimat yang satu tidak merupakan bagian dari kalimat yang lain. Kalimat majemuk sederajat dihubungkan dengan kata tugas.
Kalimat mejemuk disebut bertingkat bila kalimat yang satu merupakan bagian dari yang lain kalimat yang lain. Kalimat yang menjadi bagian kalimat lain disebut anak kalimat, sedang kalimat yang lain itu disebut induk kalimat. Kalimat majemuk bertingkat juga dihubungkan kata tugas.
Permutasi gatra pada kalimat majemuk membuat susunan kalimat tidak kaku. Permutasi gatra dengan demikian memberi peluang untuk membuat susunan lebih variatif, sekaligus penonjolan tertentu bisa ditampilkan.
Kalimat langsung dan kalimat tidak langsung
Dalam penulisan berita, kalimat langsung digunakan untuk menampilkan ucapan seseorang yang dikutip persis seperti apa yang diucapkan. Ucapan yang dikutip biasanya adalah ucapan yang menonjolkan pendapat khas sesorang sekaligus menunjukkan karakter bertutur orang tersebut.
Kalimat langsung sekaligus digunakan untuk membuat variasi penulisan, berselang-seling dengan kalimat yang tak langsung, membuat tulisan lebih menarik.
Kalimat jelas dan efektif
Salah satu kesulitan pokok dalam menulis adalah bagaimana mengemukakan pikiran secara jelas dengan menggunakan kata-kata seefektif mungkin. Menyusun kalimat pada penulisan berita tidak cukup berdasarkan bahasa yang baik dan benar. Kalimat jurnalistik haruslah komunikatif dan menarik.
Kalimat bila terlalu panjang, baik kalimat tunggal maupun kalimat majemuk, membosankan pembaca. Tetapi jika kalimat selalu pendek-pendek, juga membosankan. Menggunakan kalimat dengan subjek selalu di awal kalimat, demikian pula. Agar tulisan lebih komunikatif dan menarik, penting dikuasai kemampuan menyusun kalimat yang bervariasi. Jadi, tidak menggunakan satu pola kalimat terus-menerus.
Kalimat yang terlalu panjang dapat disederhanakan dengan menghilangkan kata-kata yang tak perlu atau dipenggal menjadi dua kalimat pendek. Tidak ada ketentuan berapa kata maksimum ada dalam satu kalimat. Kalimat panjang tidak semena-mena boleh dipenggal menjadi dua atau lebih kalimat pendek. Kalimat yang komunikatif dan menarik, tetap menjadi pertimbangan utama. Sekadar pedoman:
Kalimat pendek : 1-10 kata
Kalimat sedang : 11-20 kata
Kalimat panjang : 21-30 kata.